Analisis Gizi Tanaman Garut (Maranta arundinaceae L) Sebagai Pangan Alternatif

on Kamis, 11 Oktober 2012

Kebutuhan pangan dalam negeri terus mengalami peningkatan yang signifikans sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, sementara itu luas lahan produktif terus mengalami penurunan, karena meningkatnya alih fungsi lahan produktif menjadi lahan industri dan perumahan. 

Garut adalah salah satu tanaman ubi-ubian yang strategis sebagai sumber karbohidrat untuk mengurangi ketergantungan pangan pada beras dan gandum.  (Kumalaningsih, 1998). Tanaman garut (Maranta arundinaceae L) termasuk dalam familia Manantaceae, termasuk tanaman semak semusim dengan tinggi mencapai 75-90 cm.  Berbatang semu, bulat, membentuk rimpang, berwarna hijau.  Daun berbentuk tunggal, bulat memanjang, ujung runcing, bertulang menyirip, panjang 10-27 cm, lebar 4-5 cm berpelepah, berbulu, berwarna hijau.  Garut memiliki nama yang beragam, West Indian arrowroot (Inggris), arerut, ubi sagu, sagu Belanda (Betawi), larut (Sunda), angkrik, arus, jalarut, garut, irut (Jawa).


  • Kandungan protein kasar umbi garut dalam penelitian ini berkisar antara 3.4% s/d 4.81% dengan rata rata sebesar 3.79%, hasil ini  sesuai dengan hasil laporan  Sapuan dan Wahid (1998) dalam Sastra (2006), dimana kandungan protein unbi karut berkisar antara 2-5%.
  • Kandungan serat kasar (SK) umbi garut dalam penelitian ini berkisar antara 2.25% s/d 3.21% dengan rata rata 2.65%. Hasil ini sesuai dengan laporan dari Badan Ketahanan Pangan Jawa Tengah (2006), dimana kandungan SK umbi garut berkisar antara 1-3%.
  • Kandungan lemak rata rata dalam penelitian ini adalah 0.32% atau berkisar anatara 0.126 s/d 0.529%, lebih rendah dibanding hasil laporan dari Gohl (1981), yaitu sebesar 0.8%, tetapi sama dengan hasil analisis lemak umbi garut di Jawa Tengah sebesar 0.1 s/d 0.3% (Badan Ketahanan Pangan,2006). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan dimana umbi tersebut berasal, terutama kondisi suhu lingkungan, curah hujan, intensitas sinar matahari dan tingkat kesuburan tanah serta struktur atau jenis tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.  2006a.  Garut, Pengganti Gandum dan Beras Berkhasiat Obat.  www.  Idionline.  Org/05 infodk obattrad 5. htm.

Anonim. 2006b. Plasma Nutfah Ubi-ubian Minor : Garut Maranta Arundinaceae. www.  Indobiogen.  or. id/berita artikel/ mengenal plasma nutfah. php.

Anonim.  2006c.  Diversifikasi Tanaman Kakao Muda dengan Garut (Maranta arundinaceaeL.). http://www.ipard.com/penelitian/penelitian kakao.asp.

BBMKP (Badan Bimbingan Masyarakat Ketahanan Pangan) Jawa Tengah.  2006.  Garut Sumber Karbohidrat Non Beras.  www.bbkpjateng.go.id/index.php.

Flach, M. dan F. Rumawas.  1996.  Plant yielding non-seed carbohydrates. PROSEA. Bogor, Indonesia.

Heyne, K.  1987.  Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid I. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.

Herison, C. 1998.  Sayuran Dunia I, Prinsip, produksi dan gizi (terjemahan : World vegetables : Principles, production and nutritive values, Rubatzky, V. E & M. Yamaguchi) ITB. Bandung.


Kumalaningsih, S. 1988. Aspek Pengembangan Produk Olahan dari Bahan Baku Umbi Garut. Makalah Semiloka Nasional Pengembangan Tanaman Garut Sebagai Sumber Bahan Baku Alternatif Industri.

Rukmana, R.  2000.  Garut, Budidaya dan Pasca Panen.  Kanisius. Yogyakarta.

Sastra, D. R. 2003.  Analisis Keragaman Genetik Maranta arundinaceae L. Berdasarkan Penanda Molekuler RAPD (Random Amplified Polymophic DNA).  Jurnal Sains dan Teknologi BPPT. V5. N5. 30.  Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian.  BPPT.  http://www.iptek.-net.id/ind.

Setyati, S. 1979. Pengantar Agronomi. Departemen Agronomi Fakultas Pertanian Bogor. Gramedia, Jakarta.

Soetrisno, N., 1988. Aspek Kelembagaan dalam Program Pemasyarakatan Tanaman Garut. Makalah Semiloka Nasional Pengembangan Tanaman Garut sebagai Bahan Baku Industri Pangan. Unibraw, Malang.


Potensi Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis) sebagai Bioinsektisida dalam Upaya Penanggulangan Masalah Hama Kutu Putih (Planococcus sp) pada Tanaman Sancang (Premna microphylla)



Hama kutu putih (Planococcus sp) sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah bagi petani, khususnya para petani pecinta tanaman bonsai jenis sancang. Kutu putih (Planococcus sp) adalah serangga yang umumnya menyerang tanaman bergetah. Daun dan batang tanaman yang diserang akan berubah dan terdapat  bintik-bintik hitam. Serangan kutu putih (Planococcus sp) menyerang tanaman setelah musim hujan. Pada musim kemarau, serangga ini jarang ditemukan di atas permukaan tanah, tetapi ditemukan pada bagian tanaman khususnya pangkal batang dan akar tanaman. kutu putih (Planococcus sp)  biasanya menguasai dan memakai sebuah daerah luas untuk mendukung kegiatan mereka. Koloni kutu putih (Planococcus sp) sering disebut superorganisme karena koloni-koloni mereka yang membentuk sebuah kesatuan.
Masyarakat umum menggunakan insektisida kimia sebagai pembasmi serangga. Penggunaan  insektisida kimia untuk membasmi serangga pengganggu membawa dampak negatif  bagi manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan penelitian baru khususnya di dalam industri insektisida yang selain produk insektisida tersebut efektif juga ramah lingkungan.
 Sukun (Artocarpus altilis) merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada lahan kering. Selain daging buahnya bergizi, rasanya juga agak manis dan memiliki aroma yang spesifik. Tetapi banyak orang yang belum sadar akan manfaat daun sukun (Artocarpus altilis). Sampai sekarang ini daun sukun (Artocarpus altilis) belum banyak dimanfaatkan, akan tetapi daun sukun (Artocarpus altilis) dapat dijadikan insektisida alami dengan cara mengambil ekstrak daunnya. Karena daun tanaman sukun (Artocarpus altilis) mengandung beberapa zat berkhasiat seperti saponin, polifenol, asam hidrosianat, asetilcolin, tanin, riboflavin, phenol. Daun tanaman ini juga mengandung quercetin, champorol dan artoindonesianin. Dimana artoindonesianin dan quercetin adalah kelompok senyawa dari flavonoid yang mempunyai efek toksik pada serangga.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Irawan,Gempur dkk (2011) lakukan dengan menggunakan 20 ekor kutu putih sebagai spesimen, dengan 3 kali pengulangan membuktikan ekstrak daun Sukun (Artocarpus altilis) sangat efektif dalam membunuh hama kutu putih (Planococcus sp) yang terdapat pada tanaman sancang (Premna microphylla). Ketika kutu putih (Planococcus sp) mengalami kontak dengan ekstrak daun sukun ada beberapa perubahan yang terjadi. Hal pertama yang dialami kutu putih (Planococcus sp) adalah gerakannya mulai melambat dibandingkan gerakan sebelum mengalami kontak dengan ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis). Hal kedua yang terjadi yaitu kutu putih (Planococcus sp) mulai mengalami pelemasan ditandai dengan gerakan kutu putih (Planococcus sp) yang hanya dilakukan ditempat, hal ini membuktikan bahwa kandungan racun yang termakan dan terjilat telah merusak sistem koordinasi kutu putih (Planococcus sp). Hal berikutnya yang terjadi adalah kutu putih (Planococcus sp) mati dengan tidak adanya gerakan saat diberikan rangsangan (disentuh). Hal ini disebabkan karena racun yang masuk kedalam sistem saraf kutu putih (Planococcus sp ) sudah melebihi batas toleransi dan racun yang masuk sudah mempengaruhi sistem kehidupan kutu putih (Planococcus sp) secara keseluruhan. Dengan demikian ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) dapat menjadi alternatif penanggulangan masalah hama kutu putih (Planococcus sp) pada tanaman sancang (Premna microphylla) yang ramah lingkungan.